Translate

Tampilkan postingan dengan label Sanitasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sanitasi. Tampilkan semua postingan

26 Juni 2013

Konsep Rumah Sampah di Kabupaten Tasikmalaya


Tasikmalaya, Pemandangan berbeda tampak di Desa Puteran, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya. Sejumlah anak yang sebagian besar masih berusia balita (bawah lima tahun) tak sungkan bersama-sama mengumpulkan sampah.
Ya, pemandangan tersebut memang terbilang langka. Namun, tentu tidak bagi warga Pagerageung, Tasikmalaya. Pemandangan tersebut sudah cukup lama berlangsung, tepatnya sejak mereka mengenal apa yang disebut Rumah Sampah.
Berawal dari konsep sederhana, ingin membudayakan masyarakat membuang sampah pada tempatnya, sejumlah aktivis di Tasikmalaya yang tergabung dalam mitra kerja Yayasan Amal Ikhlas Mandiri menggulirkan konsep rumah sampah. Uniknya, gerakan ini berawal dari anak-anak PAUD atau pendidikan anak usia dini.
Suasana itupun terlihat saat aktivitas puluhan anak balita tersebut di Kampung Tabrik, Desa Puteran, Kecamatan Pagerageung Kabupaten Tasikmalaya, anak-anak PAUD dengan penuh semangat berangkat sekolah. Uniknya, bukan hanya tas sekolah yang berisi buku dan bekal makanan-minuman saja yang mereka membawa sampah dari rumah mereka masing-masing.
Sampah-sampah yang kebanyakan berbahan plastik itu mereka bawa dan mereka kumpulkan di sebuah saung dekat sekolah mereka, saung itu mereka namakan rumah sampah. Setiap akhir pekan, sampah yang mereka bawa akan di tukar dengan bubur kacang atau aneka makanan ringan lainnya.
Azri Azhari (4) seorang siswa PAUD mengaku, senang membawa sampah-sampah itu dari rumahnya. Azri mengaku, membawa sampah itu tidak susah, sambil jalan dari rumah ke sekolah juga bisa menemukan sampah, "gampang bawa sampah mah," katanya, Rabu (27/3/2013).
Anak lainnya, Hafidzoh (5) mengatakan hal yang sama, meski dia membawa sampah untuk mendapatkan penilaian dari gurunya, dia tidak pernah absen membawa sampah untuk dikumpulkan di rumah sampah, "kalo bawa kan dapat nilai, juga bisa dapat makanan," imbuhnya.
Cucu Sumiati seorang guru di Yayasan Amal Ikhlas menjelaskan, pengenalan konsep rumah sampah tersebut, merupakan bagian dari pendidikan di PAUD mereka. Seluruh siswa ini, jelasnya, dibagi kedalam beberapa kelompok orang beradasarkan kisaran usia, "kadang, selain membwa dari rumah mereka, kelompok anak ini di motivasi untuk mulung sampah di lingkungan kampung,” katanya.
Sampah yang sudah terkumpul itu, selanjutnya dipilah dan dikumpulkan, sampah bukan organik yang tidak dapat didaur ulang seperti plastik rusak maka dibakar, sementara sampah organik dikumpulkan untuk dijadikan kompos.
Ketua RT setempat, Eman mengaku, bangga dan terharu dengan inisiatif anak-anak dalam melakukan aksi kebersihan tersebut. Menurutnya, jika gotong royong bersama orang tua itu sudah tidak aneh, tetapi yang luar biasa adalah kegiatan mulia itu dilaksanakan sepenuhnya oleh anak-anak, “yang terpenting anak-anak ini bisa memberikan contoh bagi yang tua,” ujarnya.
Salah satu penggagas rumah sampah, Wawan Widarmanto mengatakan, kegiatan tersebut adalah pendidikan aplikatif untuk anak agar mereka sadar akan bahaya sampah yang dibuang sembarangan.
Oleh: Fuad Hisyamudin
Sumber : inilahkoran.com
28 Maret 2013

Read more »

Kementrian PU Berupaya untuk Mencapai Target MDGs


Kementrian Pekerjaan Umum (Kemen-PU) terus berupaya mencapai target MDGs dalam penyediaan sanitasi sebesar 62 persen dan target pelayanan air minum sebanyak 68 persen. Permasalahan sanitasi dan air minum dinilai tidak akan bisa ditangani hanya dengan penyediaan infrastruktur, jika pola pikir dan pola tindak masyarakat masih belum berpola hidup bersih dan sehat.
"Walau demikian, kami akan terus berupaya untuk terus meningkatkan pelayanan dan penyediaan infrastruktur sanitasi dan air minum di seluruh Indonesia," tutur Menteri PU, Djoko Kirmanto, di sela-sela Jambore Sanitasi 2013 Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum (PU), di Jakarta, Selasa (26/6).
Acara tersebut telah dilaksanakan sebanyak lima kali sejak tahun 2008. Jambore Sanitasi 2013 diikuti 198 siswa/i SMP dari 33 provinsi. Tema yang diusung pada Jambore Sanitasi 2013 adalah "Bersama Kita Peduli Sanitasi dan Air Minum."
Lebih lanjut Djoko mengatakan, penyediaan akses sanitasi dan air minum yang layak, masih menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah. Data BPS 2011 menunjukan, akses sanitasi yang layak di Indonesia baru sebesar 55,6 persen. Padahal, target MDGs untuk bidang sanitasi sebesar 62,41 persen. Dari target pelayanan akses air minum air minum sebesar 68,8 persen baru tercapai 55 persen. Masih sekitar 30 juta orang yang harus dilayani sanitasi dan air minum dalam satu- dua tahun ke depan.
Sementara itu, data lain dari UNICEF pada tahun 2011 tercatat sekitar 26 persen, masyarakat masih buang air besar di tempat terbuka. Hal tersebut juga didukung dengan tingginya tingkat pencemaran air di Indonesia, yang mencapai 76 persen dari 53 sungai di Pulau Jawa, Sumatera, Bali dan Sulawesi oleh bahan organik, serta 11 sungai utama oleh bahan alumunium.
"Pencemaran sungai di Indonesia sudah cukup tinggi. Padahal, air dari sungai utama ini yang digunakan untuk bahan baku air minum, dengan konsekwesi biaya yang cukup mahal untuk pemulihan kualitas airnya," tuturnya.
Untuk itu, disebutkan Djoko, PU terus melakukan berbagai upaya terobosan peningkatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi. Yaitu air limbah persampahan drainase serta air minum di seluruh indonesia.
Di bagian lain, dia menjelaskan, penyediaan infrastruktur juga perlu didukung dengan pola hidup dan perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat Indonesia. Kampanye perubahan perilaku secara nasional mutlak diperlukan. Salah satunya dengan Duta Sanitasi, yang dilakukan oleh anak-anak sekolah.
Jambore Sanitasi 2013 diikuti oleh 198 siswa/i dari seluruh Indonesia. Acara tersebut juga dihadiri Dirjen Cipta Karya Imam S Ernawi, perwakilan dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup, Komisi V DPR RI, dan SIKIB.
Sumber : Suara Karya, 26 Juni 2013.

Read more »

24 Juni 2013

Kementrian PU Anggarkan Rp. 3 T untuk Sanitasi


Kementrian Pekerjaan Umum (PU) menganggarkan Rp3 triliun untuk sanitasi. Program tersebut akan dilakukan rutin setiap tahunnya. "Untuk 2013, lebih dari Rp3 triliun untuk perbaikan sanitasi di Indonesia. Dan itu akan berlanjut terus. Tetapi untuk menangani sanitasi tidak hanya di PU tetapi di Pemda," ungkap Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto, kepada wartawan seusai acara Jambore Sanitasi 2013 di Hotel Mercure Ancol, Jakarta, Senin (24/6/2013).
Djoko menambahkan, untuk target pembangunan sanitasi, pihaknya tetap akan lakukan hingga mencapai 100 persen. "Tidak ada batasnya, harus bangun terus, karena pada saaat nanti sanitasi sudah 100 persen masih harus dijaga karena pola berpikir,sifat masyarakat tentang sanitasi harus dijaga terus," jelas Djoko.
Menurut Djoko, semua alat sanitasi sudah ada di Indonesia, tetapi lingkupnya belum bisa melayani seluruh masyarakat indonesia. "Saat ini coverage nya yang bisa dilayani baru 55 persen, menurut MDGS di 2015 itu harus 62 persen tapi cita-cita kita 100 persen," tegasnya.
"Kita juga mengajari masyarakat untuk sanitasi. Untuk pengelolaan sampah yang baik, dan limbah rumah tangga, kita buatkan etalasi yang baik. Limbah drainase persampahan di-manage dengan baik," sambungnya.
Djoko meminta, agar masyarakat jangan mencemari air sungai. Karena apabila jadi limbah cair dan limbah padat seperti sampah juga menjadi air minum. "Jangan cemari air, kalau sudah masuk di air itu susah. Jangan sampai sampah jangan dibuang ke sana. Agar dikumpulkan sampah itu dan jangan kotori sungai. Kalau begitu cost-nya besar. Kalau normal airnya menjadi bersih antara Rp2.000-Rp3.000 per meter kubik. Kalau itu bisa 3 kali lipatnya apaalgi sudah jadi lumpur," pungkasnya.
Sumber : Kedaulatan Rakyat, 24 Juni 2013.

Read more »

Persepsi Buang Sampah Belum Menunjang Perilaku

Tingginya perilaku konsumtif seseorang dapat menyebabkan pe­ningkatan volume sampah. Setiap individu lebih memikirkan perilaku, dan pengambilan keputusan untuk membeli dan menggunakan fungsi dari semua barang yang mereka konsumsi, tanpa memberikan perhatian lebih kepada perilaku dan pengambilan keputusan ketika membuang sisa barang yang telah dikonsumsi atau sampahnya.
Masalah tersebut bertambah panjang dengan perilaku dan pengambilan keputusan untuk membuang sampah sembara­ngan atau tidak pada tempatnya. Perilaku buang sampah sem­barangan masih banyak terjadi, dan ini menjadi pertanyaan besar ketika seseorang meyakini dalam hati dan mengetahui bahwa membuang sampah harus pada tempatnya. Tetapi dalam kenyataanya, sangatlah bertolak belakang.
Sekolah merupakan tempat menuntut ilmu dan diyakini bahwa paham untuk membu­ang sampah pada tempatnya sudah dianjurkan dan tidak henti-hentinya diingatkan oleh guru kepada para siswa. Mem­bayangkan kondisi sekolah yang bersih dari sampah, perilaku siswa yang apik dalam membuang sampah bisa muncul karena para pelajar memiliki keyakinan dan sikap untuk mendukung pola perilaku membuang sampah yang baik. Seperti kita ketahui bersama, bahwa saat ini, pendidikan mengenai lingkungan hidup sudah masuk ke dalam kurikulum pendidikan di sekolah-sekolah.
Melalui uji gambar yang telah dilakukan terhadap sejumlah 211 pelajar yang berada di salah satu sekolah dasar di kota Bandung mengenai persepsinya atau pemikirannya terhadap pola pembuangan sampah, hanya 3 pelajar atau sebesar 1.4% saja yang memiliki pemikiran bahwa membuang sampah boleh dilakukan tidak pada tempatnya.
Sejumlah 208 pelajar atau sebesar 98.6% justru memiliki pemikiran bahwa sampah itu tidak boleh dibuang sembara­ngan. Rinciannya, terdapat 150 pelajar atau sebesar 71.1% yang menunjukan pemikiran anak untuk langsung membuang sam­pah itu harus pada tempatnya. Dalam hal ini ketika mereka menemukan sampah mereka langsung berpikir untuk membuangnya ke tempat sampah.
Kemudian terdapat 50 pelajar atau sebesar 23.7% menunjukan pemikiran yang sedikit berbeda dari sebelumnya. Mere­ka berpikir untuk menyimpan terlebih dahulu sampah yang ada, sebelum mereka menemukan tempat sampah dan membuangnya ke tempat sampah. Dan terdapat sejumlah 8 pelajar atau sebesar 3.8% saja yang berpikiran untuk mengolah sampahnya terlebih dahulu, sehingga dapat dimanfaatkan kembali. Ini merupakan pemikiran yang sudah lebih jauh dari dua pemikiran sebelumnya.
Dari jumlah persentasi mengenai pemikiran anak terhadap pola perilaku pembuangan sampah yang ada, dapat dilihat bahwa mayoritas lebih dari 98% pemikiran atau persepsi para pelajar ini sangatlah sesuai dengan harapan semua. Ini tidak terlepas dari bimbingan dan himbauan yang dilakukan terus menerus oleh para tenaga pengajar di sekolah mengenai pentingnya membuang sampah pada tempatnya. Dan ini merupakan persepsi atau pemikiran yang baik terhadap pola perilaku pembuangan sampah.

Tak Sejalan
Namun pada kenyataanya, pemikiran yang ada di benak para pelajar ini tidaklah sejalan dengan perilaku pembuangan sampahnya. Masih terdapat penyimpangan yang dibuktikan dengan banyaknya sampah yang berserakan di lingkungan sekolah. Kenyataan ini sangatlah jauh dari harapan semua pihak. Meskipun terdapat banyak tempat sampah di lingkungan sekolah, namun masih banyak sampah yang tidak dibuang pada tempatnya. Permasalahan ini telah menjadi topik yang sering diperbincangkan, namun belum mencapai harapan.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan beberapa pihak disimpulkan bahwa, semua guru sepakat bahwa fenomena di atas merupakan suatu permasalahan yang cukup memprihatinkan. Para pelajar memerlukan figur seseorang yang menjadi panutan untuk dicontoh dalam ber­perilaku membuang sampah. Himbauan, anjuran, atau bah­kan teguran kepada para pelajar mengenai perilaku membuang sampah, tidaklah efektif. Artinya, dibutuhkan pembia­saan yang yang dilakukan secara terus menerus tentang bagai­mana membuang sampah yang benar, dan bukan dengan me­ngetahui atau menghapal apa yang diajarkan di mata pelajaran PLH (Pendidikan Ling­kungan Hidup). Dan ini memerlukan kedisiplinan yang tinggi.
Pihak Petugas Kebersihan Sekolah perlu difasilitasi jumlah tempat sampah sehingga sesuai dengan jumlah kebutuhan menampung sampahnya. Adanya sarana dan prasarana yang dapat membantu kinerja petugas kebersihan ketika bertugas membersihkan sekolah seperti tempat sampah yang dapat dipindahkan dengan mudah dari satu tempat ke tempat lain cukup dibutuhkan. Pihak Orang Tua Siswa pun memiliki peran sebagai figur yang bisa menjadi contoh di rumah. Karena sebelum pergi ke sekolah dan pulang dari sekolah, para pelajar banyak menghabiskan waktunya bersama orang tua mereka di rumah. Jika orang tua mampu mendidik anaknya dengan baik di rumah, akan sedikit meringankan beban sekolah untuk mengarahkan perilaku pelajar dalam membuang sampah pada tempatnya.
Banyak kemungkinan yang dapat menyebabkan strategi tidak mencapai tujuan utama mulai dari hati, pemikiran sampai ke tindakan atau perilakunya. Dengan penuh kesadaran, setiap orang yang bertanggung jawab atas masalah ini harus mampu memahami arti penting membuang sampah pada tempatnya sekaligus berperilaku hidup bersih dan sehat.
Seandainya semua pihak memiliki kesadaran yang tinggi untuk membuang sampah pada tempatnya maka akan tercipta lingkungan yang bersih dan nyaman sebagai tempat beraktifitas. Faktor apa yang sangat mempengaruhi perilaku membuang sampah sembarangan, ketika sebenarnya pemahaman akan pola hidup bersih itu mungkin sudah ada dalam pe­mikiran setiap individu.
Dalam hal ini lebih erat kaitannya dengan aplikasi dalam kegiatan sehari-harinya dari pemahaman akan pola hidup bersih. Perilaku membuang sam­­pah tersebut sangat mencerminkan bagaimana salah satu aspek pemahaman pola hidup bersih itu diaplikasikan dengan sempurna atau tidak dalam kenyataannya. Sangat diperlu­kan peran aktif dari semua pihak, baik itu pemerintah, ma­syarakat, dan pelaku usaha. Dimana setiap pihak memiliki peran untuk menekan permasalahan ini sampai akarnya. Terkait dengan fenomena permasalahan yang terdapat di sekolah ini, perlu dikaji lebih dalam lagi mengapa persepsi yang baik para pelajar ini tidak menunjang perilaku pembuangan sampah yang baik di dalam kenyataanya.
Harapan dari pembelajaran mengenai permasalah perilaku pembuangan sampah ini haruslah diperjuangkan dari saat ini juga. Tanpa perlu membebankan permasalahan tersebut kepada pihak tertentu, mari kita semua berpartisipasi aktif untuk ikut serta menjaga kebersihan lingkungan kita. Dan semua ini bisa dimulai dengan memberikan kontribusi positif mulai dengan menjaga kebersihan lingkungan di rumah sendiri dan untuk lingkungan dimana pun kita berada.***
Ihsan Hadiansah (Mahasiswa MSM SBM ITB. Melakukan pengamatan awal (penelitian) terhadap persepsi dan perilaku pembuangan sampah pada anak-anak di lingkungan sekolah).

Read more »

02 Oktober 2012

PU anggarkan Rp. 3,2 Triliun kembangkan sanitasi


Kementerian Pekerjaan Umum (PU) melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya mengalokasikan anggaran sebesar Rp3,2 triliun untuk pengembangan sanitasi nasional pada tahun 2013 mendatang.
Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PU, Budi Yuwono mengatakan, alokasi anggaran itu akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur yang mendukung program sanitasi nasional. Adapun kegiatan pembangunan yang akan digarap tahun depan merupakan pembangunan infrastruktur air limbah terpusat di 11 kabupaten dan kota, infrastruktur air limbah onsite di 460 kawasan.
"Kemudian, pembangunan infrastruktur drainase di 58 kabupaten dan kota, serta pembangunan tempat pembuangan akhir di 71 kabupaten dan kota yang tersebar di seluruh Indonesia," kata Budi usai menghadiri Hari Habitat Dunia di Kementerian PU, Jakarta, Selasa (2/10/2012).
Dengan rencana pembangunan tersebut, kata dia, hanya mampu menyumbang angka 0,4% untuk mengejar target MDGs, yang idealnya capaian sebesar 2,3% pertahun untuk merealisasikan target pelayanan sanitasi 62,41% hingga 2015 mendatang. Hingga kini, layanan yang terealisasi baru 55,54%.
"Sampai saat ini, setiap tahunnya kami memang baru bisa merealisasikan capaian 0,4% setiap tahunnya, atau dibawah target. Hal tersebut karena kurangnya komitmen dari daerah untuk pelaksanaan, sementara anggaran tersedia," ujar Budi.
Karena itu, lanjutnya, diperlukan kerjasama antar semua stakeholder baik dari kementerian terkait, pemerintah daerah, maupun swasta untuk mencapai target nasional itu.
"Program pembangunan infrastruktur sanitasi telah dilakukan sejak 2010 lalu. Selama itu, PU telah membangun infrastruktuur air limbah terpusat sistem offsite dan on site di 170 kawasan, dan infrastruktur drainase perkotaan di 84 kabupaten dan kota," bebernya.
Selanjutnya, infrastruktur tempat pembuangan akhir di 160 kabupaten dan kota, serta infrastruktur 3R di 133 kawasan di Indonesia.
Sumber : Sindonews, 2 Oktober 2012.

Read more »

ANTARA News