Tasikmalaya, Pemandangan berbeda tampak di Desa Puteran, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya. Sejumlah anak yang sebagian besar masih berusia balita (bawah lima tahun) tak sungkan bersama-sama mengumpulkan sampah.
Ya, pemandangan tersebut memang terbilang langka. Namun, tentu tidak bagi warga Pagerageung, Tasikmalaya. Pemandangan tersebut sudah cukup lama berlangsung, tepatnya sejak mereka mengenal apa yang disebut Rumah Sampah.
Berawal dari konsep sederhana, ingin membudayakan masyarakat membuang sampah pada tempatnya, sejumlah aktivis di Tasikmalaya yang tergabung dalam mitra kerja Yayasan Amal Ikhlas Mandiri menggulirkan konsep rumah sampah. Uniknya, gerakan ini berawal dari anak-anak PAUD atau pendidikan anak usia dini.
Suasana itupun terlihat saat aktivitas puluhan anak balita tersebut di Kampung Tabrik, Desa Puteran, Kecamatan Pagerageung Kabupaten Tasikmalaya, anak-anak PAUD dengan penuh semangat berangkat sekolah. Uniknya, bukan hanya tas sekolah yang berisi buku dan bekal makanan-minuman saja yang mereka membawa sampah dari rumah mereka masing-masing.
Sampah-sampah yang kebanyakan berbahan plastik itu mereka bawa dan mereka kumpulkan di sebuah saung dekat sekolah mereka, saung itu mereka namakan rumah sampah. Setiap akhir pekan, sampah yang mereka bawa akan di tukar dengan bubur kacang atau aneka makanan ringan lainnya.
Azri Azhari (4) seorang siswa PAUD mengaku, senang membawa sampah-sampah itu dari rumahnya. Azri mengaku, membawa sampah itu tidak susah, sambil jalan dari rumah ke sekolah juga bisa menemukan sampah, "gampang bawa sampah mah," katanya, Rabu (27/3/2013).
Anak lainnya, Hafidzoh (5) mengatakan hal yang sama, meski dia membawa sampah untuk mendapatkan penilaian dari gurunya, dia tidak pernah absen membawa sampah untuk dikumpulkan di rumah sampah, "kalo bawa kan dapat nilai, juga bisa dapat makanan," imbuhnya.
Cucu Sumiati seorang guru di Yayasan Amal Ikhlas menjelaskan, pengenalan konsep rumah sampah tersebut, merupakan bagian dari pendidikan di PAUD mereka. Seluruh siswa ini, jelasnya, dibagi kedalam beberapa kelompok orang beradasarkan kisaran usia, "kadang, selain membwa dari rumah mereka, kelompok anak ini di motivasi untuk mulung sampah di lingkungan kampung,” katanya.
Sampah yang sudah terkumpul itu, selanjutnya dipilah dan dikumpulkan, sampah bukan organik yang tidak dapat didaur ulang seperti plastik rusak maka dibakar, sementara sampah organik dikumpulkan untuk dijadikan kompos.
Ketua RT setempat, Eman mengaku, bangga dan terharu dengan inisiatif anak-anak dalam melakukan aksi kebersihan tersebut. Menurutnya, jika gotong royong bersama orang tua itu sudah tidak aneh, tetapi yang luar biasa adalah kegiatan mulia itu dilaksanakan sepenuhnya oleh anak-anak, “yang terpenting anak-anak ini bisa memberikan contoh bagi yang tua,” ujarnya.
Salah satu penggagas rumah sampah, Wawan Widarmanto mengatakan, kegiatan tersebut adalah pendidikan aplikatif untuk anak agar mereka sadar akan bahaya sampah yang dibuang sembarangan.
Oleh: Fuad Hisyamudin
Sumber : inilahkoran.com
28 Maret 2013
0 komentar:
Posting Komentar