Garut, Kekhawatiran Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Garut kalau Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) akan menimbulkan konflik ternyata terbukti. Sebanyak delapan desa di Kecamatan Pangatikan dengan tegas menolak BLSM. Gara-garanya, mereka menganggap data penerima bantuan tidak jelas.
Camat Pangatikan, Asep Rahmat Solihin membenarkan adanya penolakan BLSM oleh delapan Kades di daerahnya tersebut. Asep menilai sikap para kepala desa ini kemungkinan akibat ketidakjelasan data penerima BLSM di desa mereka. "Benar, ada delapan kepala desa yang menolak BLSM di Pangatiakan ini. Ini mungkin erat kaitannya dengan data penerima bantuan tersebut yang tidak jelas," ujar Asep, Rabu (26/6).
Diakuinya, bukan hanya para kepala desa yang menyatakan menolak keberadaan BLSM ini di daerahnya. Hal serupa juga dilakukan oleh warga seperti halnya yang terjadi di Desa Sukarasa dimana puluhan warga sempat mendatangi kantor desa untuk melangsungkan aksi unjuk rasa terkait BLSM ini.
Menurut Asep, pihaknya akan mencoba memusyawarahkan penolakan yang dilakukan delapan kepala desa terhadap keberadaan BLSM ini. Pihaknya sekaligus ingin memperjelas alasan dari penolakan tersebut dari para kepala desa.
Menurutnya, bagaimanapun BLSM ini meruapakn program dari Pemerintah Pusat yang harus dilaksanakan dan disampaikan ke masyarakat yang berhak menerimanya. Namun karena adanya penolakan dari delapan kepala desa tadi, Asep memutuskan untuk terlebih dahulu menggelar pertemuan dengan para kepala desa guna membahas masalah ini.
Ketika ditanya jumlah penerima BLSM di daerahnya, Asep mengakui kalau pihaknya masih belum memiliki data pasti tentang jumlah dan nama keluarga yang menerima BLSM di daerahnya. “Bila data dari Pemerintah Pusat sudah diterima, kantor pos akan berkoordinasi langsung dengan pemerintah desa untuk pelaksanaan penyalurannya,” kata dia.
Lebih jauh Asep juga mengaku khawatir kalau-kalau pelaksanaan penyaluran BLSM tidak tepat sasaran. Tak menutup kemungkinan, ada warga yang benar-benar tidak mampu namun tidak mendapatkan BLSM, di sisi lain ada warga yang mampu namun mendapatkannya.
"Untuk mengantisipasi hal ini, data penerima BLSM dapat dirapatkan kembali oleh pemerintah desa atau tokoh masyarakat setempat. Jika tidak, hal ini tentu akan sangat membingungkan dan rawan konflik," imbuhnya.
Menurutnya, BLSM bisa saja dialihkan kepada penerima lain yang lebih membutuhkan. Dengan demikian, gejolak di masyarakat dapat diredam atau dihindari.
Sumber : Kabar Priangan, 27 Jun 2013
0 komentar:
Posting Komentar