Translate

03 Februari 2015

CSR dan Pemberdayaan PKL di Kabupaten Ciamis

Pemerintah Kabupaten Ciamis sedang inten membahas Raperda tentang penataan dan pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL). Saat ini pembahasan sedang fokus pada pemberdayaan PKL. Ketika desain pemberdayaan PKL sudah dibuat, maka Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban yang tidak lepas dari persoalan pendanaan, baik pendanaan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Daerah.
Berdasarkan hal itulah tujuan kunjungan kerja DPRD Kabupaten Ciamis Ke Bappeda Provinsi Jawa Barat pada Selasa, (03/02) bertempat di ruang sidang Pendanaan Pembangunan (PP), ingin mendapat masukan terkait pemanfaatan CSR (Corporate Social Responsibility) dalam upaya menjadikan pelaku usaha sebagai mitra pemerintah untuk bersama-sama membangun Daerah. Mencari sumber dana lain diluar APBD untuk pembangunan, mengingat dana yang tersedia di Pemerintah Daerah masih dirasa kurang.
Ketua DPRD Kabupaten Ciamis, Asep Roni, mangatakan CSR di Kabupaten Ciamis masih sporadis, belum terintegrasi dalam sebuah kebijakan Pemerintah Daerah atau belum ada intervensi untuk lebih fokus lagi membantu warga Kabupaten Ciamis khususnya para PKL.
“Kami berharap bahwa PKL di Kabupaten Ciamis bisa dibiayai oleh CSR, sehingga APBD Kabupaten Ciamis bisa lebih dikembangkan untuk kebutuhan-kebutuhan yang lain dalam pembangunan” tuturnya.
Bappeda Provinsi Jawa Barat yang diwakili oleh H. Wawan, menjelaskan terkait CSR yang sudah berjalan di Provinsi Jawa Barat.
Maksud CSR adalah memaduselaraskan program tanggung jawab sosial lingkungan perusahaan (TJSL) serta program kemitraan dan bina linkungan (PKBL) dari kalangan swasta,BUMN,BUMD dalam rangka optimasi program pembangunan di Jawa Barat.
Sementara tujuannya adalah sinkronisasi dan peningkatan kerjasama pembangunan pemerintah dan swasta melalui pengembangan TJSLP/PKBL, dan memperluas kemitraan pembangunan di Jawa Barat, serta tercapainya akselerasi dan penguatan program TJSLP/PKBL di kalangan swasta,BUMN,BUMD melalui pemanfaatan program yang ditawarkan oleh pemerintah.
Standar pelaksanaan CSR ini mengacu pada ISO 26000, sementara beberapa dasar hukumnya adalah UU No. 40 /2007 Tentang Perseroan Terbatas, PP No 47/2012 Tentang Pelasksanaan TJSL, UU No. 19/2007 Tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)BUMN.
Lebih lanjut beliau menjelaskan, Jawa Barat mempunyai struktur organisasi fasilitas penyelenggaraan CSR yang diatur dalam pergub No. 30 Tahun 2011 terkait hubungan pemerintah dengan para CSR, dan Kep Gubernur No. 536/KEP.792/BAPP/2011 tentang susunan personalia Duta CSR di Jawa Barat, yakni tokoh-tokoh Jawa Barat yang bisa menjembatani kepada dunia usaha.
“Kalau kita mau masuk ke CSR harus ada komitmen dari pimpinan tertinggi di Daerah, dan kami dulu menyusun data base terlebih dahulu untuk program dan data-data yang belum dibiayai oleh APBD/APBN sebelum kita berkomunikasi dengan CSR” tuturnya.
Prinsip CSR di Jawa Barat yang tertera di Perda, Pergub dan Kepgub adalah Motto Jawa Barat mengenai CSR : “Jabar Maju Bersama Mitra” dan Rupiah = 0, yakni tidak akan ada dana sedikitpun yang masuk dari perusahaan kepada tim atau APBD.
Kemudian pola kerja CSR Jawa Barat ini adalah “bersinergi derajat tinggi koordinasi derajat rendah”. “Kami tidak main-main menyusun data program-program yang perlu dibantu CSR sebelum mengundang perusahaan, sehingga pada saat pertemuan, kami tinggal menjelaskan program-program tersebut” jelasnya.
Pada dasarnya pola kemitraan & sinregi CSR/PKBL di Jabar dengan perusahaan adalah dimana ada wilayah kerja perusahaan, disanalah masyarakat harus sejahtera.
Adapun terkait hasil pembangunan CSR, misalkan pembangunan puskesmas, menurut H. Wawan, aset itu kembali ke Kabupaten setempat dengan menggunakan berita acara serah terima.
Asep Dian Permana Yudha (rombongan Kab. Ciamis) bertanya, “jika kami sudah menyusun ikhtisar data program, apakah harus dibentuk dulu semacam tim fasilitasi CSR Ciamis, atau harus ada terlebih dahulu Perbup tentang CSR?
H. Wawan (Bappeda Jabar) menjawab, berdasarkan pengalaman, menurut kami seharusnya perlu untuk membentuk tim fasilitasi CSR Kabupaten Ciamis di Bappeda. Kenapa Bappeda? Karna Bappeda itu adalah leading sector, tapi bukan CSR Bappeda, melainkan tetap CSR Kabupaten Ciamis yang kelompok kerjanya (pokja) tergabung dalam semua aparatur” jelasnya.
Iman Tohidin, S.Sos (Bappeda Jabar) menambahkan, Berkaitan dengan penataan dan pemberdayaan, sebetulnya Banyak sekali program dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Salah satu contoh, dari kementrian UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) memberikan bantuan dana untuk penataan pelaku-pelaku pedagang kaki lima. Selanjutnya di Provinsi juga ada, termasuk untuk pemberdayaan pelaku UMK, ada di Dinas Koprasi UMKM maupun Indag. Pada Dinas Indag ada bantuan untuk pembangunan pasar-pasar tradisional, dan ada juga berbentuk bantuan keuangan kepada Kabupaten/Kota.
“Mudah-mudahan dengan adanya penataan ini tentunya ada kontribusi untuk peningkatan ekonomi dan untuk menyentuh keindahan dan kenyamanan di kota-kota di Jawa Barat” tuturnya.
(http://bappeda.jabarprov.go.id, 3 Januari 2015)

0 komentar:

Posting Komentar

ANTARA News