Translate

05 November 2012

Sumberjaya, Cihaurbeuti

Sumberjaya berasal dari dua kata, “Sumber” dan “Jaya”. Sumber identik dengan sumber kehidupan yaitu air. Air sebagai sumber kehidupan, tiada makhluk yang dapat bertahan hidup tanpa terpenuhi kebutuhannya akan air. Konon, dari sekian banyak sumber mata air (Cinyusu) yang ada di Sumberjaya, selalu mengering ketika musim kemarau tiba, kecuali satu yang tidak pernah kering sepanjang tahun. Cinyusu tersebut berada di sebuah lembah yang diatasnya berdiri sebongkah bukit yang diyakini oleh masyarakat merupakan situs tua peninggalan leluhur (Karuhun) bernama Mbah Garudajaya, seorang digjaya nan gagah perkasa, meninggal saat perlawanan Hindia Belanda sekitar pertengahan abad ke 17 Masehi. Berdasarkan nama leluhur tersebut maka diambil nama belakangnya, Jaya.
Sumber lain menerangkan, nama adalah sebuah harapan. Mengartikan secara sederhana kata Sumberjaya dapat memberi arti dan memaknainya, termasuk memaklumi harapan yang terkandung pada nama Sumberjaya. Demikian para sesepuh pada saat itu menamai desa hasil pemekaran pada Tahun 1979 dengan nama Sumberjaya, dengan harapan akan menjadi sebuah desa yang religius, berkekuatan dalam kemandirian untuk kelangsungan (survive) serta kemajuan dalam segala bidang kehidupan.
Kebudayaan masyarakat Sumberjaya yang ada sejak zaman dahulu diantaranya tradisi Ngaruat Lembur, Ziarah, Salamaten Opat Bulanan, dan Salametan Tujuh Bulanan, Numbal Bumi, Nyarang, dan sebagainya.
Adapun Cagar Budaya yang terdapat di Sumberjaya diantaranya Makam Eyang Dalem Garudajaya; konon tersebar di tiga titik tersebar di Nanggela Kaler dan Cigarunggang, Makam Eyang Ras Ratukusumah dan Eyang Rangga Gading di Cigarunggang, Makam Eyang Salem di Cipeuceuk, Makam Satria Kembar di Buniasih Landeuh, serta makam tokoh masyarakat Sumberjaya lainnya.
Pada bidang ekonomi, yang menjadi ciri khas Sumberjaya adalah home industry kerajinan anyaman pandan dan bambu, dengan hasil produksinya berupa tikar, tas, bilik, dan sebagainya. Juga terdapat sebuah danau (situ) seluas lebih kurang 7.000 m2, terkenal dengan nama Situ Ereng, merupakan salah satu asset desa yang terletak di Antralina, yang merupakan potensi besar untuk ditata menjadi sebuah kawasan objek wisata alam.
Secara administratif pemerintahan, Sumberjaya merupakan desa pemekaran dari Desa Cihaurbeuti pada tanggal 16 Februari 1979, pada waktu itu Desa Cihaurbeuti dipimpin oleh Kepala Desa (Kuwu) Cholil Alamsjah. Sebelum pemekaran, Desa Cihaurbeuti berpenduduk sebanyak 10.682 orang; tersebar di 13 (tiga belas) dusun, yaitu Desa Kaler, Desa Tengah, Desa Kidul, Baketrak, Jengkol Pandak, Selajambe, Buniasih Tonggoh, Buniasih Landeuh, Sompok, Cipeuceuk, Cigarunggang, Nanggela dan Antralina, dengan luas wilayah sekitar 870 Hektar.
Sumberjaya pada awal dibentuk memiliki luas wilayah sekitar 420 Hektar, terdiri dari 6 (enam) dusun, yakni Nanggela, Antralina, Cigarunggang, Cipeuceuk, Buniasih Landeuh dan Sompok, dengan jumlah penduduk sebanyak 5.449 orang. Cholil Alamsjah, Kepala Desa Cihaurbeuti saat itu; hasil Pilkades Cihaurbeuti tahun 1975, merupakan penduduk asli Dusun Nanggela, salah satu dusun yang masuk wilayah desa pemekaran; Sumberjaya, menjadi kepala desa pertama di Sumberjaya.
Dalam perkembangannya, melalui Keputusan Bupati Ciamis Nomor 141/Kpts.56-Huk/2010, tanggal 08 Februari 2010; Jumlah dusun di Desa Sumberjaya bertambah menjadi 7 (tujuh) dusun, dengan dimekarkannya Dusun Nanggela menjadi 2 (dua); yakni Nanggela Kaler dan Nanggela Kidul. Sebagai konsekwensi logis dari pemekaran dusun, dalam upaya pembenahan lembaga kemasyarakatan desa setingkat RT/RW; mitra kerja dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan Desa, telah terjadi pemekaran dari 31 RT menjadi 47 RT, dari 12 RW menjadi 22 RW, dengan konsep sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Sumber-sumber pendapatan Desa Sumberjaya, diantaranya adalah Bengkok (Tanah Carik) hasil dari tanah titisara desa, hasil usaha desa, bantuan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten, serta bantuan lain yang tidak mengikat.
Adapun silsilah kepemimpinan Desa Sumberjaya adalah sebagai berikut : (1) Cholil Alamsjah (1979-2002), (2) H. E. Kusnadi (2002-2008), (3) Endang Kosim (2008 s/d sekarang).
Sumber : sumberjaya-cihaurbeuti.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar

ANTARA News